Berpikir Positif
"Ambillah dari angin kesegarannya, dari minyak wangi keharumannya. Dan, Ambillah dari gunung ketegarannya." (Dr 'Aidh Al-Qarni) Allah SWT menegaskan manusia terlahir memiliki sifat keluh dan kesah (QS Al Ma'arij [70]: 19-20). Artinya, manusia akan sangat mudah untuk mengeluh, terlebih-lebih jika sedang dilanda kesusahan dan kesulitan.
Keluh kesah pada hakikatnya merupakan hasil dramatisasi manusia terhadap permasalahan yang dihadapinya. Tegasnya, manusialah yang membuat segala permasalahan dan menjadikannya sebagai sumber penderitaan.
Dr 'Aidh Al-Qarni dalam bukunya menyatakan, segala sesuatu peristiwa atau kejadian apapun selalu ada sisi lain yang dapat kita lihat dan pasti memberikan pelajaran berharga. Sisi lain tersebut adalah sisi kebaikan yang bisa diambil atau berpikir positif.
Berpikir positif artinya meminimalisasi pemikiran-pemikiran atau penyikapan negatif terhadap suatu permasalahan atau kejadian. Berpikir positif berarti mengubah energi keluh kesah menjadi energi motivasi dan kekuatan untuk melakukan perbaikan dan perubahan.
Berpikir positif, pada dasarnya telah diajarkan oleh agama kita sejak berabad-abad yang lalu. Hal ini didasari oleh keterbatasan manusia yang tidak bisa langsung mengetahui hikmah dibalik permasalahan atau kejadian yang dialaminya. Perhatikan firman Allah, "...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS Al Baqarah [2]: 216).
Contoh sederhana bagi kita dalam mengaplikasikan berpikir positif adalah melalui bencana banjir yang merendam ibukota. Banjir, jika disikapi dengan bencana dan kehilangan/kerusakan harta benda, maka ini akan menjadi beban mental dan pikiran yang sangat hebat.
Tetapi, bagi orang-orang yang berpikir positif, banjir paling tidak memberikan tiga nilai kebaikan yang bisa diambil. Pertama, banjir mengajarkan kita untuk lebih peduli terhadap sesama. Jika selama ini kita jarang berkomunikasi dan berkumpul bersama tetangga, banjir menyatukan semuanya dalam pengungsian.
Kedua, banjir mengajarkan kita untuk lebih peduli dengan lingkungan kita. Ketiga, banjir tidak hanya menggenangi rumah-rumah kumuh dan kecil, tetapi menggenangi pula rumah-rumah mewah dan besar. Ini mengajarkan kita semua harus dapat berlaku adil. Adil tidak hanya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Tetapi, yang lebih utama adalah adil dalam menegakkan hukum. Janganlah pedagang kecil dan rakyat dikejar-kejar dengan pentungan, sedangkan pengusaha besar dan koruptor disambut dengan 'karpet merah'.
Mari, kita berusaha untuk selalu berpikir positif agar hidup ini tidak menjadi beban, melainkan menjadi kebahagiaan.
<< Home