Bekerjalah !!!
Seorang pria bernama Adam hari itu menjumpai kebuntuan. Kebuntuan jalan hidup demi menafkahi anak dan istrinya. Sudah 3 bulan lebih ia hidup tak berpenghasilan. Hampir setiap hari anak-anaknya menangis karena ingin minum susu, sementara istrinya suka menjerit histeris karena kalut dan panik akibat himpitan hidup.
Adam bukanlah orang yang gampang berpangku tangan, ia terus mencoba peruntungan hidup. Namun dunia modern yang selalu menilai manusia dari pengalaman pendidikan membuat dirinya yang hanya lulusan SMU selalu kalah terhempas oleh para pesaing pencari rezeki yang lebih ‘beruntung’ karena berpendidikan setingkat atau dua di atasnya.
Adam tidak mengerti mengapa rezeki diukur dari hal sedemikian. Mengapa ia, istri dan anaknya harus menanggung beban hidup sedemikian. Hanya karena kesialan akademika, maka seluruh rencana hidup manusia sudah ditentukan oleh manusia lainnya.
Pagi itu, Adam mencoba mencari nafkah Tuhan. Ia keluar rumah. Namun ia tak mengerti hendak pergi kemana, entah!! Ia berjalan dengan tatapan mata sayu. Tidak ada lagi sepeser rupiah pun di koceknya. Ia terpaksa keluar rumah. Sebab di rumah, hanya akan membuat kepalanya bertambah pening dan telinganya pekak akibat raungan dan jeritan isrti serta anaknya. Ia keluar rumah hari itu mencoba peruntungan nasib, setelah sebelumnya ia sempatkan berdoa sejenak dalam kedamaian hati kepada Allah Sang Maha Pemberi rezeki agar ia dicukupkan nafkah pada hari ini.
Ia berjalan sambil menunduk. Tak ada daya baginya untuk menegakkan kepala sedikitpun. Dalam benaknya, ia terus berpikir hendak kemana ia pergi mencari nafkah?
Memang Allah Maha Pemurah!!
Setelah berjalan menyusuri bumi yang telah Allah Ta’ala tundukan untuk manusia, maka matanya tertumpu pada sebuah koin kuno yang ia dapati tertanam di tanah dan tidak diindahkan oleh kebanyakan manusia.
Adam memungut koin tua tersebut. Ia dapati dalam koin tersebut angka 1954 yang menunjukkan tahun pembuatannya. Ia berpikir sejenak bahwa umur koin ini lebih tua dari dirinya sendiri yang belum genap 30 tahun.
Seolah mendapat anugerah yang besar, Adam berjalan cepat menuju pasar. Sesampainya di sana, ia masuk ke sebuah bank.
Karena ketidak-tahuannya, Adam berkata kepada salah seorang teller bank, “Mbak, saya mau jual koin kuno ini?” Adam mengeluarkan benda yang dimaksud dari kantong celana sebelah kanan, lalu ia sodorkan kepada teller bank tersebut.
Sang teller merasa aneh, kalau saja ia tidak melihat mimik kesungguhan orang yang mengeluarkan koin tersebut, pasti ia sudah meledakkan tawa seraya mengejek. Dengan lembut sang teller berkata, “Bapak…, di bank ini kami tidak memberikan pelayanan jual-beli mata uang kuno. Bila bapak hendak menjualnya, saya bisa tunjukan kepada bapak sebuah toko kolektor uang kuno yang ada di pasar ini, dan bapak dapat menukarkannya di sana…”
Setelah mendapatkan arah toko tersebut, Adam pun meninggalkan bank untuk pergi ke tempat yang dimaksud.
Allah Sang Maha Pengasih tidak akan pernah menyia-nyiakan usaha yang dilakukan para hamba-Nya!!!
Akhirnya, Adam tiba di toko kolektor uang kuno. Setelah pembicaraan singkat, tanpa diduga sang pemilik toko menaksir uang kuno itu dengan harga Rp 30 ribu. Alangkah senang hati Adam! Ia sempat memuji Allah Swt yang begitu pemurah dan memberikan padanya uang sebanyak itu di saat mendesak seperti ini.
Dengan rahmat-Nya, Allah masih memberikan ilham pada Adam agar uang tersebut tidak habis dikonsumsi.
Sambil berjalan menuju pulang, ia sempat melintasi sebuah pabrik kayu. Terbersit olehnya, untuk membeli potongan-potongan kayu bekas untuk dijadikan lemari buat di rumah. Lalu dengan uang yang ada ia coba berbicara kepada pemilik pabrik kayu itu untuk membeli beberapa potong kayu bekas. Tanpa disangka, Allah Swt masih menunjukan kemurahan-Nya. Dengan uang sejumlah sedemikian, ia dapatkan banyak potongan kayu lagi bagus kualitasnya. Pemilik pabrik berkata, “Ambillah sebanyak bapak suka… toh kayu-kayu yang bapak minta memang biasa kami buang sebagai limbah!”
Terbayang dibenak Adam bahwa ia dapat membuat lemari bagi keluarganya dengan kayu-kayu tadi. Saat berjalan menuju pulang dengan senyum terkulum, Adam melintasi sebuah toko meubel. Tanpa ia tahu, rupanya pemilik toko meubel itu memperhatikan kayu-kayu yang dibawa Adam sejak dari kejauhan.
Begitu melintas di mulut toko, sang pemilik menegur Adam, “Kayu-kayu itu mau dijual, pak...?”
Adam menoleh ke arah sumber suara dan setelah berpikir sejenak ia katakan, “Tidak pak, kayu ini hendak saya jadikan lemari buat di rumah.” “Oh… kalau bapak mau lemari, tukarkan saja kayu-kayu tersebut dengan lemari yang saya jual! Tapi, bapak sendiri mau gak?” Adam mencoba melongok beberapa lemari yang ada dalam toko tersebut. Ia sedikit bergidik sambil bertanya dalam hati, “Mau ditukarkan dengan lemari yang mana?” Dengan menghela nafas agak dalam sedikit, Adam memberanikan diri untuk bertanya, “Memangnya bapak mau bayari berapa kayu-kayu saya ini?” Pemilik toko itu menukas, “Bagaimana kalau dengan seratus ribu, tapi saya bayar dengan lemari yang ada ya pak?” Mendengarnya Adam berdecak kagum. Ia bersyukur dalam hati, begitu pemurahnya Allah Tuhan Sang Maha Pemberi Rezeki. Ia tidak mengira bahwa kayu-kayu yang dibawanya ditaksir dengan harga Rp 100 ribu.
Lalu Adam memilih lemari yang ia suka. Sebuah lemari dua susun setinggi 1 meter! Karena tidak terlalu besar, ia pun membopong lemari tersesbut ke rumah. Ia bawa lemari seharga seratus ribu itu dengan perasaan senang. “Istriku pasti bahagia begitu melihat lemari ini!” gumamnya.
Tiga kelokan lagi Adam akan tiba di rumah, hanya berjarak 2 RT saja dari jalanan yang ia lewati. Saat menyusuri sebuah gang di perumahan padat penduduk, Adam yang sedang menggotong lemari mungilnya itu mendengar sapaan seorang wanita. Seorang ibu rumah tangga yang sedang menyapu teras rumahnya. “Pak, lemari itu mau dijual ya…?!” Glek…!! Adam menelan ludah. Ia berpikir, kejutan apalagi yang mau Allah Ta’ala berikan kepadanya.
Adam berhenti sebentar, menoleh dan memutarkan wajah. Tanpa menurunkan lemari itu Adam balik bertanya, “Emangnya ibu suka dengan lemari ini?” “Iya tuh bang! Lemarinya bagus. Mau dijual berapa?” sang ibu menukas. “Dua ratus ribu mau gak?!” Adam mencoba berspekulasi dengan harga yang ia tawarkan. “Eih… kok bisa ya... ini mah murah... Iya deh saya beli!” Sang ibu kesenangan dengan harga yang ditawarkan Adam. Sementara ia sendiri merasa bingung karena sang ibu mengiyakan harga yang ia berikan tanpa tawar lagi.
“Taruh di sudut situ ya, bang!” sang ibu menyuruh Adam. Usai meletakkan pada posisi yang dimaksud, Adam pun menerima uang yang disodorkan oleh ibu tadi.
Subhanallah, Allah begitu pemurah! Adam tak henti-hentinya mensyukuri peruntungan nasib yang ia alami pada hari ini. Ia mencoba merenungi kejadian satu demi satu. Ia dapati bahwa ia memulai usaha dengan doa tulus dalam hati. Setelah itu, ia berniat mencari nafkah dan bekerja hari ini. Karena niat untuk bekerja menghidupi keluarga, maka Allah tolong dirinya mendapatkan uang kuno. Uang kuno tadi kemudian ia tukar seharga Rp 30 ribu. Uang yang ia dapatkan ia belikan kayu-kayu bekas. Kayu itupun ditaksir dengan lemari senilai Rp 100 ribu dan akhirnya malah lemari itu dibeli seorang ibu dengan harga Rp 200 ribu. Kini Adam membawa pulang Rp 200 ribu untuk keluarganya. Ia pulang dengan hasil jerih payahnya dan nikmat yang luar biasa dari Tuhannya.
Islam, agama yang hanif ini… mengajarkan kepada umatnya untuk tidak berpangku tangan. Bekerja dengan giat, sungguh-sungguh dan pantang menyerah. Bukan karena urusan rezeki umat diperintahkan untuk bekerja, sebab rezeki itu sudah ada ukurannya. Akan tetapi umat Islam diperintahkan untuk bekerja demi izzah (kemulian) diri dan agamanya.
Asalkan bekerja meskipun badan kotor bersimbah lumpur sekalipun. Kulit tangan menjadi kasar dan kaki pecah, asalkan bekerja keras untuk menafkahi keluarga dan ikhlas lillahi ta’ala, maka Allah Swt akan memberikan kecintaan dan pahala yang besar baginya.
Dalam suatu riwayat, Rasulullah Saw pernah mencium tangan Saad bin Muadz begitu melihat tangan Saad yang kasar karena bekerja keras. Beliau bersabda, “Inilah dua tangan yang dicintai Allah Ta’ala!”
Islam amat menghargai seseorang yang bekerja. Bahkan Rasul Saw juga pernah bersabda,
“Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, terkadang ia dapat atau terkadang ia ditolak. (HR. Bukhari & Muslim)
Demikianlah agama ini mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa bekerja keras dan beramal sungguh-sungguh. Sebab karya nyata yang dilakukan oleh seorang muslim dengan sungguh-sungguh akan disaksikan oleh Allah, Rasul & seluruh kaum mukminin. Karenanya Allah Swt berfirman dalam surat At Taubah: 105
"Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan".
Semoga Allah memberkahi usaha yang kita jalankan dan pekerjaan yang kita lakukan di jalan-Nya. Amien. Selamat Bekerja!
<< Home