Thursday, March 09, 2006

Gusti Allah Ora Sare

"Terkadang kita tidak menyadari bahwa yang terlihat remeh mempunyai efek yang besar di hati...
kita tidak bisa melihat sesuatu dari satu sisi saja, karena akan banyak rencanaNya yang akan terjadi dalam hidup kita... "


Malam telah larut saat saya
meninggalkan kantor.

Telah lewat pukul 11 malam.
Pekerjaan yang menumpuk, membuat saya harus pulang
selarut ini.

Ah, hari yang menjemukan saat itu.
Terlebih, setelah beberapa saat berjalan,
warna langit tampak memerah.
Rintik hujan mulai turun. Lengkap sudah.
Badan yang lelah ditambah dengan "acara" kehujanan.

Setengah berlari saya mencari tempat berlindung.
Untunglah, penjual nasi goreng yang mangkal di pojok
jalan, mempunyai tenda sederhana.

Lumayan, pikir saya. Segera saya berteduh, menjumpai
bapak penjual yang sendirian ditemani rokok dan lampu
petromak yang masih menyala.

Dia menyilahkan saya duduk. "Disini saja dik, daripada
kehujanan...," begitu katanya saat saya meminta ijin
berteduh.

Benar saja, hujan mulai deras, dan kami makin terlihat
dalam kesunyian yang pekat. Karena merasa tak nyaman
atas kebaikan bapak penjual dan tendanya, saya
berkata, "tolong bikin mie goreng pak, di makan disini
saja."

Sang Bapak tersenyum, dan mulai menyiapkan tungku
apinya. Dia tampak sibuk. Bumbu dan penggorengan pun
telah siap untuk di racik. Tampaklah pertunjukkan
sebuah pengalaman yang tak dapat diraih dalam waktu
sebentar.

Tangannya cekatan sekali meraih botol kecap dan
segenap bumbu. Segera saja, mie goreng yang mengepul
telah terhidang. Keadaan yang semula canggung mulai
hilang. Basa-basi saya bertanya, "Wah hujannya tambah
deras nih, orang-orang makin jarang yang keluar ya
Pak?" Bapak itu menoleh kearah saya, dan berkata, "Iya
dik, jadi sepi nih dagangan saya.." katanya sambil
menghisap rokok dalam-dalam.

"Kalau hujan begini, jadi sedikit yang beli ya Pak?"
kata saya, "Wah, rezekinya jadi berkurang dong ya?"
Duh. Pertanyaan yang bodoh. Tentu saja tak banyak yang
membeli kalau hujan begini. Tentu, pertanyaan itu
hanya akan membuat Bapak itu tambah sedih.
Namun, agaknya saya keliru...

"Gusti Allah, ora sare dik, (Allah itu tidak pernah
istirahat), begitu katanya. "Rezeki saya ada
dimana-mana. Saya malah senang kalau hujan begini.
Istri sama anak saya di kampung pasti dapat air buat
sawah. Yah, walaupun nggak lebar, tapi lumayan lah
tanahnya."

Bapak itu melanjutkan, "Anak saya yang disini pasti
bisa ngojek payung kalau besok masih hujan.....".
Degh. Dduh, hati saya tergetar. Bapak itu benar,
"Gusti Allah ora sare". Allah Memang Maha Kuasa, yang
tak pernah istirahat buat hamba-hamba-Nya.
Saya rupanya telah keliru memaknai hidup. Filsafat
hidup yang saya punya, tampak tak ada artinya di depan
perkataan sederhana itu. Maknanya terlampau dalam,
membuat saya banyak berpikir dan menyadari kekerdilan
saya di hadapan Tuhan.

Saya selalu berpikiran, bahwa hujan adalah bencana,
adalah petaka bagi banyak hal. Saya selalu
berpendapat, bahwa rezeki itu selalu berupa materi,
dan hal nyata yang bisa digenggam dan dirasakan. Dan
saya juga berpendapat, bahwa saat ada ujian yang
menimpa, maka itu artinya saya cuma harus bersabar.
Namun saya keliru. Hujan, memang bisa menjadi bencana,
namun rintiknya bisa menjadi anugerah bagi setiap
petani.
Derasnya juga adalah berkah bagi sawah-sawah yang
perlu diairi. Derai hujan mungkin bisa menjadi petaka,
namun derai itu pula yang menjadi harapan bagi
sebagian orang yang mengojek payung, atau mendorong
mobil yang mogok.
Hmm...saya makin bergegas untuk menyelesaikan mie
goreng itu. Beribu pikiran tampak seperti
lintasan-lintasan cahaya yang bergerak dibenak saya.
"Ya Allah, Engkau Memang Tak Pernah Beristirahat"
Untunglah,hujan telah reda, dan sayapun telah selesai
makan.
Dalam perjalanan pulang, hanya kata itu yang teringat,
Gusti Allah Ora Sare..... Gusti Allah Ora Sare.....

Begitulah, saya sering takjub pada hal-hal kecil yang
ada di depan saya. Allah memang selalu punya banyak
rahasia, dan mengingatkan kita dengan cara yang tak
terduga. Selalu saja, Dia memberikan Cinta kepada saya
lewat hal-hal yang sederhana. Dan hal-hal itu, kerap
membuat saya menjadi semakin banyak belajar.
Dulu, saya berharap, bisa melewati tahun ini dengan
hal-hal besar, dengan sesuatu yang istimewa. Saya
sering berharap, saat saya bertambah usia, harus ada
hal besar yang saya lampaui. Seperti tahun sebelumnya,
saya ingin ada hal yang menakjubkan saya lakukan.

Namun, rupanya tahun ini Allah punya rencana lain buat
saya. Dalam setiap doa saya, sering terucap agar saya
selalu dapat belajar dan memaknai hikmah kehidupan.
Dan kali ini Allah pun tetap memberikan saya yang
terbaik. Saya tetap belajar, dan terus belajar,
walaupun bukan dengan hal-hal besar dan istimewa.

Aku berdoa agar diberikan kekuatan...
Namun, Allah memberikanku cobaan agar aku kuat
menghadapinya.

Aku berdoa agar diberikan kebijaksanaan...
Namun, Allah memberikanku masalah agar aku mampu
memecahkannya.

Aku berdoa agar diberikan kecerdasan...
Namun, Allah memberikanku otak dan pikiran agar aku
dapat belajar dari-Nya.

Aku berdoa agar diberikan keberanian...
Namun, Allah memberikanku persoalan agar aku mampu
menghadapinya.

Aku berdoa agar diberikan cinta dan kasih sayang.....
Namun, Allah memberikanku orang-orang yang luka
hatinya agar aku dapat berbagi dengannya.

Aku berdoa agar diberikan kebahagiaan...
Namun, Allah memberikanku pintu kesempatan agar aku
dapat memanfaatkannya.

Subhanallah...Alhamdulillah...Lailaaha Illallah...Allahu Akbar...

Wednesday, March 08, 2006

Puisi "Bukan" Poligami

Suatu hari aku dapat email dari istriku yang isinya .....

Puisi Poligami

Istriku...
Jika engkau bumi, akulah mentari
Aku menyinari kamu, kamu mengharapkan aku

Ingatlah bahtera yang kita kayuh...
mentari menyinari bumi, ah silau...

tapi, aku ingat satu hal,
bahwa bukan hanya bumi yang disinari mentari.
jadi relakanlah aku menyinari planet lain
menebar sinarku, menyampaikan faedah adanya aku.
Karena itu sudah kodrati

Lalu aku reply aja dengan puisi dibawah ini .....

Puisi "Bukan" Poligami

Istriku...
jika engkau bulan, akulah bumi
kamu sinari aku , di kala malam tlah menanti
Ingatlah bahtera yang kita kayuh...
harus selalu kita jaga utuh
dan, aku ingat satu hal,
bahwa hanya bumi lah yang disinari bulan
jadi janganlah kamu berpikir yang bukan-bukan
karena bumi selalu merindukan bulan,
'tuk berbagi hati yang tidak akan terduakan
Itu merupakan janji yang hakiki
dari seorang suami yang sangat sayang istri
Demi hidup yang di berkahi Ilahi
jadi nggak perlu adanya istilah poligami.
CUKUP SATU ISTRI SAMPAI AKHIR DUNIAWI
yaitu ANIS DWI FITRIYANI

Yours,
Soeamimoe


Keluarga Arif Anis Falih


Kami adalah keluarga kecil dengan 3 orang anggota keluarga : Ayah Arif, Bunda Anis dan anak kami Falih.
Falih adalah buah hati kami yang lahir di bulan ke-11 pernikahan kami, tepatnya tanggal 1 Juli 2002 (pas di hari Bayangkara) kurang lebih jam 3 sore hari.
Saat ini Falih telah menginjak usia 4 tahun. Ia tumbuh menjadi anak yang pinter, lucu dan menggemaskan.
Itulah sekilas tentang kelurga kecil Arif-Anis-Falih........