Friday, September 28, 2007

Terima Kasih Ayah - Sebuah Nasihat

Suatu ketika seseorang yang sangat kaya mengajak anaknya mengunjungi sebuah kampung dengan tujuan utama memperlihatkan kepada anaknya betapa orang-orang bisa sangat miskin.

Mereka menginap beberapa hari di sebuah daerah pertanian yang sangat miskin.

Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya. "Bagaimana perjalanan kali ini?"

"Wah, sangat luar biasa Ayah"

"Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin" kata ayahnya.

"Oh iya" kata anaknya

"Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?" tanya ayahnya.

Kemudian si anak menjawab.

"Saya saksikan bahwa :

Kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat.

Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ke tengah taman kita dan mereka memiliki telaga yang tidak ada batasnya.

Kita mengimpor lentera-lentera di taman kita dan mereka memiliki bintang-bintang pada malam hari.

Kita memiliki patio sampai ke halaman depan, dan mereka memiliki cakrawala secara utuh.

Kita memiliki sebidang tanah untuk tempat tinggal dan mereka memiliki ladang yang melampaui pandangan kita.

Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita, tapi mereka melayani sesamanya.

Kita membeli untuk makanan kita, mereka menumbuhkannya sendiri.

Kita mempunyai tembok untuk melindungi kekayaan kita dan mereka memiliki sahabat-sahabat untuk saling melindungi."

Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat berbicara.

Kemudian sang anak menambahkan "Terimakasih Ayah, telah menunjukkan kepada saya betapa miskinnya kita."

Betapa seringnya kita melupakan apa yang kita miliki dan terus memikirkan apa yang tidak kita punya.

Apa yang dianggap tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan dambaan bagi orang lain.

Semua ini berdasarkan kepada cara pandang seseorang.

Membuat kita bertanya apakah yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada Allah SWT sebagai rasa terima kasih kita atas semua yang telah disediakan untuk kita daripada kita terus menerus khawatir untuk meminta lebih.

Wednesday, September 26, 2007

Berpikir Positif

"Ambillah dari angin kesegarannya, dari minyak wangi keharumannya. Dan, Ambillah dari gunung ketegarannya." (Dr 'Aidh Al-Qarni) Allah SWT menegaskan manusia terlahir memiliki sifat keluh dan kesah (QS Al Ma'arij [70]: 19-20). Artinya, manusia akan sangat mudah untuk mengeluh, terlebih-lebih jika sedang dilanda kesusahan dan kesulitan.

Keluh kesah pada hakikatnya merupakan hasil dramatisasi manusia terhadap permasalahan yang dihadapinya. Tegasnya, manusialah yang membuat segala permasalahan dan menjadikannya sebagai sumber penderitaan.

Dr 'Aidh Al-Qarni dalam bukunya menyatakan, segala sesuatu peristiwa atau kejadian apapun selalu ada sisi lain yang dapat kita lihat dan pasti memberikan pelajaran berharga. Sisi lain tersebut adalah sisi kebaikan yang bisa diambil atau berpikir positif.

Berpikir positif artinya meminimalisasi pemikiran-pemikiran atau penyikapan negatif terhadap suatu permasalahan atau kejadian. Berpikir positif berarti mengubah energi keluh kesah menjadi energi motivasi dan kekuatan untuk melakukan perbaikan dan perubahan.

Berpikir positif, pada dasarnya telah diajarkan oleh agama kita sejak berabad-abad yang lalu. Hal ini didasari oleh keterbatasan manusia yang tidak bisa langsung mengetahui hikmah dibalik permasalahan atau kejadian yang dialaminya. Perhatikan firman Allah, "...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS Al Baqarah [2]: 216).

Contoh sederhana bagi kita dalam mengaplikasikan berpikir positif adalah melalui bencana banjir yang merendam ibukota. Banjir, jika disikapi dengan bencana dan kehilangan/kerusakan harta benda, maka ini akan menjadi beban mental dan pikiran yang sangat hebat.

Tetapi, bagi orang-orang yang berpikir positif, banjir paling tidak memberikan tiga nilai kebaikan yang bisa diambil. Pertama, banjir mengajarkan kita untuk lebih peduli terhadap sesama. Jika selama ini kita jarang berkomunikasi dan berkumpul bersama tetangga, banjir menyatukan semuanya dalam pengungsian.

Kedua, banjir mengajarkan kita untuk lebih peduli dengan lingkungan kita. Ketiga, banjir tidak hanya menggenangi rumah-rumah kumuh dan kecil, tetapi menggenangi pula rumah-rumah mewah dan besar. Ini mengajarkan kita semua harus dapat berlaku adil. Adil tidak hanya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Tetapi, yang lebih utama adalah adil dalam menegakkan hukum. Janganlah pedagang kecil dan rakyat dikejar-kejar dengan pentungan, sedangkan pengusaha besar dan koruptor disambut dengan 'karpet merah'.

Mari, kita berusaha untuk selalu berpikir positif agar hidup ini tidak menjadi beban, melainkan menjadi kebahagiaan.

Monday, September 03, 2007

'Met Ultah Pernikahan